Thursday, August 7, 2008

Again, thesis and home-sweet-home.

Baru tahap inisiasi ke skripsi saja sudah pusing begini, bagagimana jadinya di tengah-tengah nanti? Judul saya masuk jurang dua-duanya. Sekarang saya pusing mencari penggantinya. Ada sih satu keyword, tapi lagi-lagi pertanyaannya: mau apa? Diapakan? Atau ‘lha trus ngopo?’.

Baru juga judul, sudah bisa membuat saya SELALU bangun tengah malam dan baru bisa zzz lagi minimal satu jam kemudian,. Kadang sampai dua jam saya kelimpungan tidak bisa tidur. Ya Allah…

Atmosfer rumah saya sama sekali tidak mendukung untuk berpikir jernih, gelap dan gelap pokoknya. Malas sekali kalau ingat harus ‘pulang’. Yah… nggak apa deh, toh bentar lagi saya ngekos. Capek di rumah jadi anak pembangakang yang nyebelin bo-nyok mlulu.

Mungkin masalah yang saya hadapi bisa dibilang ringan, karena secara logis orang berilmu tahu cara menyelesaikannya. Sayangnya logika saya sudah termakan emosi, jadinya arah pemikiran saya selalu diwarnai berbagai execuses terhadap diri sendiri. Kalau di hadapan ‘yang lagi nggak klop’ otomatis pikiran jernih saya hilang. Atau mungkin bisa dibilang saya justru terlalu mengagungkan logika dalam mengahadapi apapun? Sampai-sampai saya mendebat apapun yang tidak sejalan dengan pikiran saya, siapapun dia, bahkan keluarga sendiri yang seharusnya dihormati segala perkataannya?

Saya sama sekali nggak bisa ‘diaturi wong tuwo’ –mungkin- di mata mereka.

Tapi kadang saya merasa kesal, apa mereka juga tidak bisa membaca situasi dan kondisi yang saya hadapi? Padahal saya sudah berusaha memahami mereka mati-matian. Mungkin semua yang jadi masalah ini karena saya tidak pernah menunjukkan perhatian saya, menunjukkan pada mereka bahwa saya mati-matian menjaga perasaan mereka. Bagaimana lagi, saya bukan orang ekspresif. Saya sudah terlanjur menanamkan prinsip ‘keep silent and swallow’ itu juga karena mereka.

Ada kalanya saya ingin teriak ‘please, understand me though just a single second’.

Sudahlah. Masa saya mau mengubah keputusan sendiri? Sudah memutuskan untuk ‘mati’ kenapa harus diubah lagi?

Sebenarnya capek juga jadi orang ‘mati’ tapi mau bagaimana lagi.

Ada beberapa masalah yang sebaiknya ditinggalkan, tentu saja karena saya benar-benar tidak bisa menyelesaikannya. Saya memang masih punya prinsip masalah ada untuk dihadapi. Tapi menurut saya ‘meninggalkan’ juga salah satu bagian –walaupun bagian yang terhina- dari ‘menghadapi’.

Yang saya inginkan saat ini hanya: membalas, dan memiliki kehidupan saya sendiri.

No comments: