Thursday, August 14, 2008

saya_gendheng

kemarin saya hampir ngamuk karena harus menunggu lebih dari setengah jam. saya kesal sekali, karena gara-gara menunggu seseorang, teman saya jadi molor dari rencana selama tigapuluh menit. saya yang mudah marah -apalagi kalo lagi laper- jadi pengen mbanting2, habis... sudah molor, ada 'dayang' yang ngikut pula. udah seharian belum makan, ditambah di'sulut' gitu. alhasil, saya sakit perut semalam. tambahan lagi, pintu kamar saya jadi agak renggang karena sempat saya tendang kera-keras sebelum keluar.

setelah adem, saya baru nyadar ternyata saya orangnya ngeri juga. saya sempat pasang aksi serem di depan teman kos sebelum keluar -masih kemarin- teman saya mau nitip maem, tapi saya sedang mualasss sekali dan muarrahh sekali, jadinya ya ngomong 'iya'nya setengah-setengah. akhirnya malah saya tolak mentah-mentah karena ordernya ngrepotin macan laper kayak saya.
hehehe... udah laper plus 'dipancing' pula.


pokoknya kelabu-kelabu dikit gitu.

hari ini saya sedang menunggu aliran subidi penyambung hidup. nggak banyak sih, cuma bia buat beli 1 buku (butuhnya sih dua), tapi lumayanlah. apalagi ini kurirnya juga lumayan buat 'cuci mata' hehehe, mantan calon gebetan dijadiin bo-nyok kurir uang saku, lucu...

jadi ingat deh betapa gendhengnya saya yang gampang merasa suka pada orang lain, termasuk kurir subsidi saya ini, hehehe, sayangnya belum sempat nyambung saya sudah putus. berhubung ada pengakuan dianya naksir orang ya....sudah, jadi deh mantan calon gebetan buat saya. sebenarnya saya percaya pada yang seperti ini: selama janur kuning belum melengkung, berarti masih milik umum, hehehe. tapi ya maap-maap aje ye, saya nggak mau jadi 'orang yang aya benci' alias perebut 'rejeki' orang, ih, siapa juga yang mau punya orang lain. saya kan tahu gimana rasanya kalau 'milik pribadi' direbut orang.

eh, lha, ngelantur.. biarin deh, namanya juga lagi gendheng.

PPL week:1

hari ini -dan sama saja dengan hari-hari sebelumnya- saya hanya duduk dan duduk di base camp PPL. model les -lumayan sih- satu jam di kelas 8A. gila, anak-anak 8A bener-bener ngingetin aku sama masa-masa SMP -apa malah SMA ya?-. mayoritas penghuni 8A anak cowok, ramenya ampun...

masa-masa PPL juga bia dibilang masa pengurasan harta. musti beli buku, bensin, ini, itu, de el el.

Thursday, August 7, 2008

masalah waktu nge-blog

setiap kali saya membuka jendela blog di internet, saya langsung bingung mau nge-blog apa. hal-hal yang saya pikirkan hilang seketika, karena akhirnya saya lebih tertarik untuk membuka situs-situs iseng lainnya, huehehehe.
nha... karena itu, biasanya saya ngetik banyak dari rumah, lalu tinggal posting. emang sih, mungkin ada yang berpendapat sense of nge-blognya kurang kalau nggak langsung ketik di jendela, tapi ya gimana kepriwe, hehehe.
masalah lain lagi, setiap kali saya berencana ke warnet untuk sekedar posting, selalu saja ada ini-itu yang membuatnya batal. jadilah, yang ada blog basi, huehehehe lagi.

tips sehat nih

Kita bisa menemukan berbagai tips lewat internet, di antaranya adalah tips untuk hidup sehat. Ada banyak sekali cara untuk hidup sehat. Berikut ini adalah beberapa tips hidup sehat yang dengan senang dan murah hati saya bagikan untuk teman-teman yang membaca blog saya.

Selamat mencoba!

9 tips hidup sehat:

  1. lakukan seluruh tips yang direkomendasikan mulai dari no.1 s.d. 9
  2. minum kurang dari 875 cc bagi yang beseran atau lebih dari 4875 cc per hari bagi yang dehidrasi berat
  3. makan sayur-sayuran berwarna hijau dan bergetah tanpa proses pengolahan setidaknya. 500 gr perhari
  4. olahraga min. 175 menit per hari dan lakukan antara pukul 11 sampai 1 siang
  5. banyaklah tersenyum, anda bisa berlatih tersenyum di depan kaca selama 99 menit per hari. Tarik bibir anda ke kanan dan kiri masing-masing 2,8 cm
  6. banyaklah tertawa dengan teman anda setidaknya 37 kali sehari
  7. tidur jangan lebih dari 3 jam sehari, maksimalkan waktu tidur pada hari-hari tertentu. silahkan tiru beruang kutub yang bisa bekerja sepanjang hari pada musim tertentu dan hibernasi di musim dingin, cara ini sangat efektif
  8. biasakan membaca setelah bangun tidur, jarak baca usahakan jangan kurang dari 50cm
  9. jangan lakukan satupun dari tips di atas, minimal anda bisa gila, maksimal mati salah diet kalau nekad

7th of June

7th of June

Adalah hari penyerahan PPL yang saya ikuti.

Ternyata semua doa saya dikabulkan oleh Allah.

Tak seburuk peristiwa yang mengawali pagi ini, saya bisa bernafas lega setelah acara penyerahan mahasiswa PPL selesai.

Pagi sebelum berangkat mood saya hampir hancur, tapi alhamdulillah saya bisa mengendalikan temperamen buruk saya.

Ayah saya tadi pagi berniat entah apa namanya pokoknya mau membereskan urusan oli Kazu, motor saya, tapi waktu mau diganti tangkinya lupa ditutup, tumpah deh residunya, jadinya nge-tap oli sekalian. Duh, saya sudah merasa agak gimana gitu. Kesal juga sih. Kebiasaan ayah yang melakukan sesuatu tanpa rencana dan keteraturan bisa membuat saya terlambat dari jam yang direncanakan. Saya berniat berangkat dari rumah tepat jam lima, tapi karena ada oil accident jadilah molor setengah jam. Untung jalanan masih sepi jadi saya bisa jalan agak lebih cepat dari biasanya.

Sampai kos masih harus mberesin ini itu. Saya benar-benar tidak tenang kalau persiapan saya kacau dari perencanaan. Menurut saya persiapan adalah 50% penentu keberhasilan. Saya sudah komat-kamit dari pagi, mohon pada yang kuasa supaya saya bisa menjalani hari saya dengan lancar, semoga mendapatkan guru pamong yang murah hati dan murah nilai, semoga selamat sampai tujuan tanpa halangan –termasuk razia, saya belum punya SIM, hehehe.

Fuih... intinya saya bisa sedikit mewarnai blog saya dengan warna yang menyenangkan, bukan Cuma komplain dan pisuhan, hehehe...

High heels and high hells


Ini subjektif sekali, "suka-suka gue ngejudge deh."

Gosh! How terrible high-heels shoes is! I felt terrible pain in my toes and fingers.

Tolooong! Sakit sekali rasanya kalau pakai sepatu hak tinggi. Maybe I wore the wrong size shoes. Normally, 38-size fits my feet, but not for these high-heels, 38 is still too tight. Or maybe… because of the various standards of size?

Suer deh, high-heels berasa kayak high hells. My friend said that I looked so different this day. Hahaha, maybe yes gal! white and black suits. Long black skirt, white shirt, black veil, and a very high-high-heels. How girly I am! But, everybody looked different this day.

Another hell instead of high heels: some boring speakers. They said bla and bla, and the results are bla. They are NOT consistent to their previous information at all. We should have ICT-based method of teaching, while the fact is that we –PPL students- have to write our report in handwriting papers. What ICT that is?! Bullshit.

Hare gene nulis tangan tegak bersambung? Nggak jamannya kaleee. Trus yang tadi bilang ICT-ICT larinya ke mana? Para pembuat kebijakan yang plin-plan.

We got a manual for our teaching practice in the partner school. Again, it is USELESS. The representative of PPL committee said that there was little relevant information on the manual, while the rest (most) were NOT relevant anymore.

Hell!

What the books were printed for?! They didn’t even have the time to revise the year of the book. We are in 2008 now, but we got a book with the year of 2007?!

They just talked about professionalism. Then, where the hell professionalism they just promoted before? I think they just swallowed it soon after they had given us various bullshit.

Apanya yang dahsyat coba kalo ratusan buku yang sama sekali tidak relevan dicetak? Dahsyat buang-buang duitnya?!

Apanya yang luar biasa kalau PPL aja kesannya serabutan plus dadakan dan nggak jelas begitu? Apa term “secepatnya” masih relevan? Itu sih sama aja orang pake insyaallah tapi yang paling bisa dipegang Cuma 1% negatifnya.

Ini sih luar biasa konyolnya.

“You are not allowed to leave your school no matter the reason,” he (committee) said.

“Sir, how about our consultation in campus? We have to make a plan for our next credit with our academic consultant on 13,”my friend asked.

“Ow, then, you may leave, because that is very important for your lecture,” he answered.

Again, is it a clear and consistent rule?

Bulsshit lagi, katanya nggak boleh meninggalkan PPL di sekolah apapun alasannya –mau kuliah, mau seminar, mau apa kek-, tapi begitu ditanyain KRS-an jawabannya ganti. Gila apa ninggalin seminar. Kalau kayak gini, gimana caranya jadi orang berkarakter yang cerdas kalau seminar penting aja ditinggal. Gimana bisa cerdas coba?

Gimana mau berkarakter kalau contohnya aja sama sekali nggak punya karakter yang diidam-idamkan para pembuiat visi dan misi kampusnya? Apa plin-plan itu salah satu karakter yang dimaksud?

Kalau begitu nggak salah dong kalau saya dan beberapa teman memperkuat karakter pembangkang? Katanya berkarakter kuat?

Nggak salah juga dong kalo kita mengasah kemampuan kancil kita? Katanya cerdas?

That was what the so called mental tempe, ya nggak?

Yang saya dapatkan dari pembekalan PPL adalah penguatan kemampuan komplain dan misuh. Untung saja saya sudah sarapan pagi, kalau tidak mungkin prosentase pisuhan saya mencapai 20% dari semua kata yang saya keluarkan hari ini.

Ampun deh. Benar-benar memprihatinkan PPL-nya, seperti asal jalan dan kejar deadline aja. Ini bukannya ‘sangat disesalkan’ lagi, tapi ‘sangat menyedihkan sekali’. Saya kira vpara penanggung jawab atau penyelenggara PPL punya kemampuan lebih dalam memanajemen program, tapi kok nyatanya nggak ada yang jelas.

Yang jelas hanya satu yaitu ketidakjelasannya. Yang profesional juga cuma satu: ketidakprofesinalannya. Intinya ya mungkin seperti ini di mata saya, kebaikan dari keseluruhannya hanya satu: baik sekali keburukannya. Sama aja, kelebihannya juga Cuma satu, yaitu kekurangannya.

Again, thesis and home-sweet-home.

Baru tahap inisiasi ke skripsi saja sudah pusing begini, bagagimana jadinya di tengah-tengah nanti? Judul saya masuk jurang dua-duanya. Sekarang saya pusing mencari penggantinya. Ada sih satu keyword, tapi lagi-lagi pertanyaannya: mau apa? Diapakan? Atau ‘lha trus ngopo?’.

Baru juga judul, sudah bisa membuat saya SELALU bangun tengah malam dan baru bisa zzz lagi minimal satu jam kemudian,. Kadang sampai dua jam saya kelimpungan tidak bisa tidur. Ya Allah…

Atmosfer rumah saya sama sekali tidak mendukung untuk berpikir jernih, gelap dan gelap pokoknya. Malas sekali kalau ingat harus ‘pulang’. Yah… nggak apa deh, toh bentar lagi saya ngekos. Capek di rumah jadi anak pembangakang yang nyebelin bo-nyok mlulu.

Mungkin masalah yang saya hadapi bisa dibilang ringan, karena secara logis orang berilmu tahu cara menyelesaikannya. Sayangnya logika saya sudah termakan emosi, jadinya arah pemikiran saya selalu diwarnai berbagai execuses terhadap diri sendiri. Kalau di hadapan ‘yang lagi nggak klop’ otomatis pikiran jernih saya hilang. Atau mungkin bisa dibilang saya justru terlalu mengagungkan logika dalam mengahadapi apapun? Sampai-sampai saya mendebat apapun yang tidak sejalan dengan pikiran saya, siapapun dia, bahkan keluarga sendiri yang seharusnya dihormati segala perkataannya?

Saya sama sekali nggak bisa ‘diaturi wong tuwo’ –mungkin- di mata mereka.

Tapi kadang saya merasa kesal, apa mereka juga tidak bisa membaca situasi dan kondisi yang saya hadapi? Padahal saya sudah berusaha memahami mereka mati-matian. Mungkin semua yang jadi masalah ini karena saya tidak pernah menunjukkan perhatian saya, menunjukkan pada mereka bahwa saya mati-matian menjaga perasaan mereka. Bagaimana lagi, saya bukan orang ekspresif. Saya sudah terlanjur menanamkan prinsip ‘keep silent and swallow’ itu juga karena mereka.

Ada kalanya saya ingin teriak ‘please, understand me though just a single second’.

Sudahlah. Masa saya mau mengubah keputusan sendiri? Sudah memutuskan untuk ‘mati’ kenapa harus diubah lagi?

Sebenarnya capek juga jadi orang ‘mati’ tapi mau bagaimana lagi.

Ada beberapa masalah yang sebaiknya ditinggalkan, tentu saja karena saya benar-benar tidak bisa menyelesaikannya. Saya memang masih punya prinsip masalah ada untuk dihadapi. Tapi menurut saya ‘meninggalkan’ juga salah satu bagian –walaupun bagian yang terhina- dari ‘menghadapi’.

Yang saya inginkan saat ini hanya: membalas, dan memiliki kehidupan saya sendiri.

I’m -a bad tempered girl- fighting my self now.

I felt like a nasty daughter for the last three weeks. I cannot stand on the same line with my mom. I was always interested in arguing with her, no matter the reason or… the matter itself. Dari hal kecil saja saya sudah tidak tahan mendebat, mulai dari sinetron bullshit sampai cara berpikir. Gila!

Well, I confess we’re a bit far –different, I mean- during the last weeks of holidays. I was very frustrated and bored staying at home during holiday. That’s why –maybe- I become a bad tempered girl. Almost everyday I heard their complaints about my beloved –sometimes bastard- brother. Again and again, it makes me bored and bored. Gosh, I felt like the only one child in my world. Bosan.

Life is a place where we have to fight what and when we don’t want to. That’s my term.

Ampun…

Apakah saya ditakdirkan untuk menjadi pengeluh? Apakah saya seorang pengeluh? Betapa mengerikan hidup dengan titel pengeluh.

Apakah saya pantas mengeluh?

Logically, I shouldn’t complaint anything. Any action and decisions have their own risks and consequences.

I decided to keep silent and run the machine of my life by myself –if I can. Then, I have to be ready for any of its consequences.

Saya harus bisa menjadi orang yang terhormat, yang bisa dipegang kata-katanya, teguh pada keputusannya, bisa berdiri sendiri dan menjaga harga diri. Saya sedang berusaha untuk jadi orang seperti itu sih sebenarnya, jadi belum sepenuhnya jadi orang seperti itu. Saya akui saya masih tergantung pada teman dekat saya. Saya masih sulit memutuskan sesuatu jika belum tanya pendapat pada dia, walaupun akhirnya jawabannya sama dengan apa yang saya pikirkan.

Semangat!

I am a bad tempered girl fighting for my life.

Move!

Oh my dear thesis…

It’s play time! Puah, how fast the time runs!

Nggak kerasa dah mo PPL, it’s time to practice all your ability, skill, knowledge, and let your power out! Sharpen your mind gals!

Guila, tua bener aku sekarang, dah waktunya mikirin penghujung waktu kuliah.

Pusiingg….

Sekarang saya baru tahu bagaimana pusingnya menghadapi skripsi. Dari awal saja sudah bisa membuat dahi berkerut sepanjang menit dan sel-sel otak bekerja lebih keras daripada biasanya. There’s something fun behind this confusing and complicated thing. I felt nervous, however, at the beginning step of writing thesis. God, how difficult it is! Making the title is not as easy as what I thought several years ago.

Ya ampun.

Hari ini saya akan mencari pembimbing skripsi yang sudah saya incar sejak berbulan-bulan yang lalu. Bodohnya, saya mungkin sedikit terlambat bergerak. Saya sedang adu cepat cari pembimbing dengan kaprog saya. Was-was juga, jangan-jangan pembimbingnya sudah terlanjur dibagi sebelum saya berhasil ‘nembak’ pembimbing incaran saya.

Saya pusing setengah hidup mikirin judul yang saya otak-atik beberapa hari terakhir ini. Apa yang akan saya katakan saat menghadapi calon pembimbing dan pembimbing saya nanti? Jujur saja, saya kurang matang walaupun sudah merasa mantap dengan judul pilihan saya.

Ya Allah… bantulah hambamu yang konyol ini…

Semangat! Langit selalu di atas bumi tak peduli hitam maupun biru! Fight! Fight! Fight!

Anyone… pray for me yaach… wish me luck and luck and luck and OK!