Sunday, January 11, 2009

“Insyaallah….”

“Insyaallah….” Kemarin -atau beberapa hari yang lalu ya?- saya sharing soal penggunaan kata tersebut dengan seseorang. Bisa dibilang saya berada di kutub negative karena berpendapat pengguna kata tersebut semakin banyak penggunanya tetapi di lain sisi semakin sedikit pemahamannya. Sering saya lihat fenomena penggunaan kata tersebut untuk menggantikan keragu-raguan atau sekedar untuk menyenangkan lawan bicara tanpa sebuah kepastian “ya”. Contohnya, “Insyaallah saya datang kok,”kata seseorang pada temannya. Namun pada kenyataannya yang berkata Insyaallah tidak datang tanpa kabar dan keesokan harinya menghindar bila ditanya atau memberikan jawaban yang sangat tidak seimbang dengan kata Insyaaallah-nya. Benar-benar mengecewakan. Personally, saya sendiri sulit memegang perkataan orang yang menggunakan kata tersebut, apalagi jika saat mengatakannya dia tidak melihat mata saya atau tampak tidak bersungguh-sungguh. Saat itu juga saya menganggap apa yang dikatakannya tak perlu saya pegang benar-benar.

Bagi saya, jika ragu-ragu lebih baik katakan ragu-ragu, apa adanya saja, tak usah membawa-bawa nama Allah segala. Apalagi kalau tidak ada niat, lebih baik katakan tidak. Saya tidak tahu mana yang lebih besar dosanya: mengecewakan lawan bicara dengan berkata “TIDAK BISA” atau membohongi -maksud saya mengingkari janji tanpa alasan yang masuk akal.

Setahu saya Insyaallah kalau diartikan dalam bentuk persentase kira-kira begini: 99% iya, 1% tidak. Sayangnya banyak orang lebih suka mengambil yang 1%, dengan alasan kehendak Allah. Padahal –menurut saya- yang 1% itu memang halangan dari Allah, tapi kita sudah diberiNya 99% izinnya untuk mengatasi yang 1% itu. Tapi ya...nggak tahu ding. Menurut saya sih semua tergantung niatnya.

Saya juga pernah menggunakan kata Insyaallah dalam konteks yang tidak baik, contohnya saya pernah berkata “Saya Insyaallah nggak bisa sabar kalau ketemu orang semacam itu.” Benar-benar ngawur, saya akui begitu. kenapa berharap yang tidak baik? Sekarang saya jera, tidak berani berkata begitu lagi. Allah kan memberikan 99%Nya untuk kebaikan, bukan kejelekan, jadi ya... kayaknya nggak boleh deh kalau saya pakai ngawur begitu. Lebih baik saya pakai kata “mungkin” untuk menggantikannya.

Jadi kalau ragu-ragu kan masih ada kata lain, misale ‘nggak janji lho ya’ ato ‘mungkin’ ato ‘kayane’ jadi lebih mudah untuk lawan bicara menyimpulkan TIDAK, hehehehe. Tapi lebih enak IYA untuk iya dan TIDAK untuk tidak. Ini cuma personally lho... saya nggak berani nyangkut-nyangkut terlalu dalam soal kepercayaan atau agama, just a personal opinion gituh.

No comments: