“Menceritakan masalah berarti memperpanjang masalah,”seseorang pernah berkata.
Ya, aku setuju, setidaknya untuk saat ini.
“Orang lahir sendirian, mati juga sendirian,”kata Chul-Soo di A Moment to Remember.
Ya, kata-katanya tidak salah, menurutku.
“Pada akhirnya yang kumiliki hanyalah ayah,”kata Kyo-chan.
Sedangkan kataku,“Pada akhirnya yang kumiliki hanyalah keluarga.”
“Kamu marah ya Rie?”seseorang pernah bertanya.
“Iya,”jawabku.
Apa maksudnya bertanya seperti itu? Apa kurang jelas sampai harus bilang “Aku marah.”?
Aku bosan dengan yes-no question, apalagi yang kedengaran retoris.
Kenapa tidak ada yang melihat sampai ke akar, kenapa hanya langsung menilai hasil yang tampak?
Karena tidak perlu, tidak mau, atau tidak tahu. Yang terbaik sekaligus terbodoh adalah alasan yang terakhir –tidak tahu.
Jika memikirkan alasan ada gunanya untuk apa soal UNAS hanya berupa pilihan ganda?
If I had 9 lives, I had lost a half of them. Why? Cuz I’m not as strong as I think.
Trying to be strong is a half of my strength.
Pragmatik. Apa itu? Untuk apa? Apa bedanya jenius pragmatik dengan si bodoh dalam pragmatik? Aku tidak tahu.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment