Friday, January 23, 2009

lama nggak nge-blog

gatel nih tangannya, habis lama nggak nge-blog, which means lama nggak nggrundel, ngeluh, ngehujat, ngungkapin uneg-uneg, dan akhirnya yang sekian banyaknya itu vanished through the days...
kesel banget, gara-gara si toeng kena virus jadi ogah-ogahan pake komputer.
kesel banget, gara-gara si kazu suak jadi nggak nyaman kalo pergi-pergi pake motor.
masa kesel mulu?
au deh...
toeng suak, jadi males ngetik-ngetik, males ngeluarin pikiran, jadi diemmmm mulu... bosen.....

blog in the morning

pagi-pagi nge-net, niatnya cuma mo buka email, eh merembet ke facebook, trus ke blog...
enaknya ngenet pagi... usernya nggak banyak, loadingnya agak cepet.
asikk... tapi masih setengah ngantuk...

Wednesday, January 14, 2009

pre-election

Kemarin tetangga saya datang dan bilang pada ibu saya, "Dhe, purun duit mboten? ming ngangge fotokopi ktp, mengke angsal seket."
Lalu ibu saya tanya uang apa, darimana. Lalu tetangga saya bilang kalau itu dari partai X. LAngsung saja saya teriak-teriak dari kamar,"Halah, bukane ktp-mu keri no kidul? Kowe sih, lalen..."
saya juga bilang pada tetangga saya kalau ktp saya sedang dipakai untuk jaminan sewa buku. padahal itu semua kebohongan saya saja. habis saya bingung gimana menolak dengan cara halus, apalagi kalau yang ngomong sama tetangga yang udah kayak sodara sendiri.

bayangpun, baru bulan januari sudah sibuk serangan pagi buta. saya tidak habis pikir, kenapa sih uang selalu jadi senjata ampuh segala hal? kenapa masih ada yang mau menerima uang yang tidak jelas asal-usul dan kembalinya? apa mereka nggak nyadar, kalau uang yang mereka terima pasti akan menguap, membawa serta harta mereka sendiri? apa mereka tidak tahu, kalau suatu saat mereka harus membayar jauh lebih banyak untuk uang yang mereka terima? apakah uang semacam itu bisa dimasukkan ke kantong 'halal'?

just in my personal opinion and question, uang yang dikeluarkan untuk hal semacam itu jumlahnya tentu bisa bikin mabuk. dari mana asalnya? uang pribadi? coba ditilik lagi, jika mereka sukses, berapa uang yang menjadi hak mereka? kapan uang yang mereka pakai untuk campaign bisa kembali? terlalu lama tidak kembalinya? apa mereka sabar menunggu sambil bekerja serius untuk rakyatnya? di tempat baru yang basah, seberapa kuat mereka menjaga diri untuk tetap kering?

saya cuma bisa nyengir waktu ada serangan pagi-buta yang kemalaman datang ke rumah. saya sih nggak percaya kalo itu cuma yang namanya 'sekedar'. apalagi pake ktp? yang bener aja? saya sih ogah nerima duit yang nggak jelas begitu, walaupun one day saya mungkin juga harus ikut mengembalikan uang nggak cetho itu ke tangan pemiliknya yang juga nggak cetho.

hahaha, ada-ada aja, dari dulu selalu seperti itu.

oh iya, ada juga yang membuat saya geli di masa pre-election ini. di sepanjang jalan saya melihat poster, pamflet, bendera atau apalah, pokoknya yang gambarnya caleg-caleg daerah. saya tertawa waktu melihat gambar caleg dicetak berdampingan dengan tokoh masyur atau anaknya yang juga pernah berkuasa. entah kenapa saya merasa geli, mungkin karena saya memandang hal tersebut semacam usaha caleg mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh itu. saya tertawa dalam hati dan cuma membatin "Apa ngaruh kalo dikasih fotonya Pak X? lha apa kamu seperti dia? maumu kali.."

ya ampun... saya susah menahan diri untuk tidak mengkritik, menghujat atau memprotes orang lain. toloooong..... is it good or bad?

it will be a tiring day

i'm not interested in passing through this day, actually. hiks. i force my mind to think not only one thing. "awang-awangen" kalo musti melalui hari yang dulu biasa saya lalui. sudah lama nggak moving-moving, tau-tau schedule numpuk. hayahhh... dasare saya pemalas ini. bing-bing mo ngom ap.

Sunday, January 11, 2009

benang ruwruw

Wadoh…upit kejepit, eh bukan ding. Hya... tambah susah aja ngatur waktu plus mbagi space di otak. Setauku otak punya 2 hemisphere: kanan ma kiri, tapi ni jadi tiga –soale yang dipikirin tiga orang, alamak… - yang ada tu pemekaran wilayah, bukan pemekaran space pikiran. Uh…gemes!sampe kapan ni kayak gini, dah nggak bisa ndableg pula, tambah kerasa aja ni benang ruwetnya. Mungkin gampang nglurusin benangnya, cumin panjangnya itu lho… mungkin sederhana masalahnya, tapi kalo kesringan dan konsisten datengnya itu lho…

Masalah selalu datang tepat pada waktunya. Atau…yang bisa datang paling tepat waktu hanya masalah. Salah deh kalau bilang “Masalah datang di saat yang tidak tepat.” Ye…masalah selalu tahu kapan dia harus datang, dan pasti selalu tepat buat dia, cuman ya…berabe buat kite-kite. Tapi bener lho, masalah datang tepat waktu, ya…tepat di saat mood lagi jelek, tepat di saat kita banyak kerjaan, tepat di saat kita lagi terdesak, tepat di saat yang rasanya paling buruk dalam hidup, he-he-he-he-he, nggak lucu.

Ah, nglantur. Er-we-te, bolah mbundhet. Capek. Bosen. ‘Asal.
semangat-lah.... fyuh...

girl's mind

Fyuh… sebuah penghiburan diri.
Kata teman saya “Cewek tu hebat lho bisa mikir banyak hal dalam waktu hampir bersamaan. Coba kalo cowok, ga bisa gitu, mikirnya musti terpusat satu hal gitu. Kalo maksa mikir semua bisa mbledug.”
Kata saya, “Ya katamu, coba bandingin deh, bisa mikir banyak tapi nggak ada yang terpecahkan satu pun, atau mikir satu tapi jelas beresnya, bagusan mana?”
“Iya ya…”katanya.
Saya tidak tahu apa benar perempuan bisa mikir banyak hal dalam satu waktu atau tidak, seperti halnya saya juga tidak tahu apa benar laki-laki kalau berpikir selalu fokus pada satu hal. Saya sih cuma tertarik untuk memikirkan pendapat teman saya tadi.
Kalau yang dikatakan teman saya memang benar, berarti sebenarnya para cewek sudah “mbledug” karena dari sekian banyak persoalan yang dipikirkan pemecahannya tak satupun bisa ditemukan solusinya, yah…paling banter selesai satu persoalan. Berarti kaum adam lebih enak dong kalau bisa fokus pada satu persoalan, setidaknya mentalnya tidak tertekan oleh persoalan-persoalan lain seperti yang terjadi pada kaum hawa.

Mungkin ada benarnya juga sih kata-kata teman saya. Kadang saya juga hanya memikirkan beberapa hal secara berturut-turut (bukan waktu bersamaan, mustahil bisa mikir banyak hal dalam waktu bersamaan, berarti koordinasi otak dan hati plus batinnya emang pecah,hehehe, itu juga kemungkinannya kueciiiil suekali). Jadinya malah pusing. Solusi juga nggak ketemu-ketemu. Ya…tinggal pintar-pintarnya mengendalikan diri sih, usaha gimana caranya biar bisa fokus satu-satu gitu. Fokus juga nggak gampang lho, suer deh.

Intinya, every problem has its solutions -mungkin depend on ketenangan dan ketajaman berpikir- bukan Cuma satu, tapi banyak jalan keluar, tinggal kitanya aja yang sabar dan jeli apa enggak. Huehehehe, enak banget kalo ngomong, padahal saya sendiri juga sering ruwet kaya benang jahit amburadul, wuekekekeke. Pusing.

“Insyaallah….”

“Insyaallah….” Kemarin -atau beberapa hari yang lalu ya?- saya sharing soal penggunaan kata tersebut dengan seseorang. Bisa dibilang saya berada di kutub negative karena berpendapat pengguna kata tersebut semakin banyak penggunanya tetapi di lain sisi semakin sedikit pemahamannya. Sering saya lihat fenomena penggunaan kata tersebut untuk menggantikan keragu-raguan atau sekedar untuk menyenangkan lawan bicara tanpa sebuah kepastian “ya”. Contohnya, “Insyaallah saya datang kok,”kata seseorang pada temannya. Namun pada kenyataannya yang berkata Insyaallah tidak datang tanpa kabar dan keesokan harinya menghindar bila ditanya atau memberikan jawaban yang sangat tidak seimbang dengan kata Insyaaallah-nya. Benar-benar mengecewakan. Personally, saya sendiri sulit memegang perkataan orang yang menggunakan kata tersebut, apalagi jika saat mengatakannya dia tidak melihat mata saya atau tampak tidak bersungguh-sungguh. Saat itu juga saya menganggap apa yang dikatakannya tak perlu saya pegang benar-benar.

Bagi saya, jika ragu-ragu lebih baik katakan ragu-ragu, apa adanya saja, tak usah membawa-bawa nama Allah segala. Apalagi kalau tidak ada niat, lebih baik katakan tidak. Saya tidak tahu mana yang lebih besar dosanya: mengecewakan lawan bicara dengan berkata “TIDAK BISA” atau membohongi -maksud saya mengingkari janji tanpa alasan yang masuk akal.

Setahu saya Insyaallah kalau diartikan dalam bentuk persentase kira-kira begini: 99% iya, 1% tidak. Sayangnya banyak orang lebih suka mengambil yang 1%, dengan alasan kehendak Allah. Padahal –menurut saya- yang 1% itu memang halangan dari Allah, tapi kita sudah diberiNya 99% izinnya untuk mengatasi yang 1% itu. Tapi ya...nggak tahu ding. Menurut saya sih semua tergantung niatnya.

Saya juga pernah menggunakan kata Insyaallah dalam konteks yang tidak baik, contohnya saya pernah berkata “Saya Insyaallah nggak bisa sabar kalau ketemu orang semacam itu.” Benar-benar ngawur, saya akui begitu. kenapa berharap yang tidak baik? Sekarang saya jera, tidak berani berkata begitu lagi. Allah kan memberikan 99%Nya untuk kebaikan, bukan kejelekan, jadi ya... kayaknya nggak boleh deh kalau saya pakai ngawur begitu. Lebih baik saya pakai kata “mungkin” untuk menggantikannya.

Jadi kalau ragu-ragu kan masih ada kata lain, misale ‘nggak janji lho ya’ ato ‘mungkin’ ato ‘kayane’ jadi lebih mudah untuk lawan bicara menyimpulkan TIDAK, hehehehe. Tapi lebih enak IYA untuk iya dan TIDAK untuk tidak. Ini cuma personally lho... saya nggak berani nyangkut-nyangkut terlalu dalam soal kepercayaan atau agama, just a personal opinion gituh.

I don’t socialize

I don’t socialize. Itu lebih tepat saya katakan daripada “Aku tidak punya teman.”karena setelah dipikir-pikir saya sendirilah yang tidak berminat bersosialisasi. Seperti kata ibu saya, bukannya saya yang nggak ada temen, tapi saya yang nggak mau temenan, hehehe. Temenan? Sama ibu-ibu, kakek-nenek, bapak-bapak, gitu? Itu sih beda kasus, beda dong ‘bermasyarakat’ dengan ‘berteman’. Tapi sama aja ding, saya juga nggak bermasyarakat kok. Buat saya yang loner mungkin nggak begitu masalah punya temen geng apa nggak. Hehehe, as I had a bad experience about friend and friendship gitu, fyuh, leave it.

Parah lagi sekarang, (apa malah bagusnya ya?) saya mulai dibuat keriting, corat-coret nyusun proposal and the gank, jadi nggak ada waktu buat hang out. Eits, bukan itu ding masalahnya, tapi karena satu dan lain hal saya harus tetap tinggal di rumah –jadi nggak bisa ketemu temen-temen kuliah- dan mengerjakan segala tugas kuliah di rumah. Sesekali saya juga kota-kota sih, kan masih harus ngelesi tiga bocah yang duduk di kelas tiga semuanya. Berhubung ibu agak susah ditinggal kota-kota seperti dulu –saya bisa online di Solo 5 hari seminggu- jadi saya agak ketinggalan film “Jungkir Baliknya Anak-anak ED’05 FKIP UNS dalam Menghadapi Penghujung Kuliah” wakakakak. Yah…sayang, sekarang jadi sering offline. Ndak-pa-pa-lah…segala hal butuh perngorbanan, dalam kesusahan selalu ada kemudahan, dalam kesusahan selalu ada kemudahan, begitu…. Jadi ya…space is not an obstruction, wokey?!

Tapi pusing juga musti main emosi di rumah. How to stay calm and cool, how to be patient…ya ampun… tolong… saya paling susah kalau harus main sama yang namanya emosi. Puah.

Yah…….. Do your best lah Rie. Sesudah kesusahan selalu ada kemudahan Rie… hanya dua pihak yang bisa mengubah nasib Rie…salah satunya ya kamu itu…

Kriting juga ini orang, topik kok meloncat-loncat nggak genah. Ini kali ya yang namanya ‘nggak bisa ngatur’ hehehe...

SEMANGAT!!! However… SEMANGAT SEMANGAT SEMANGAT!!!