Monday, September 22, 2008

bosan

sebentar lagi libur lebaran.
sebentar lagi saya kembali ke rumah yang sepi.
sebentar lagi saya sendirian.
pf... nggak juga sih, ada kok teman di kanan kiri, tapi makhluk adam semua, bweh...
asal tahu ya, orang yang suka menyendiri belum tentu suka sendirian,
orang yang suka menyepi belum tentu mau kesepian.
bosan.
bagi saya lebaran sekarang terasa seperti hari yang membosankan.
hanya diisi dengan sungkem-sungkeman, maaf-maafan, ya walupun itu sebenarnya penting juga sih, hari lebur dosa -padahal kalau mau lebur dosa kan nggak harus nunggu idul fitri.
katanya Idul Fitri itu hari kemenangan, tapi bagi saya kok biasa-biasa saja ya? mungkin ada sih sedikit peningkatan, tapi beberapa bulan kemudian kembali seperti semula lagi.
bahkan lebaran terasa makin berat sekarang, karena saya HARUS minta maaf di saat saya tidak ingin minta apalagi MEmaafkan seseorang, sungguh berat sekali harus melakukannya.
apakah itu 'sah' jika saya minta maaf tidak dengan ikhlas dan sepenuh hati? saya berat sekali memaafkan seseorang, saya juga tidak mau, sungguh tidak mau minta maaf pada seseorang, hanya satu orang itu saja.
hari Idul Fitri? Lebaran?
entah apa itu.

anything,just want to say 1

katanya orang yang tidak mengenali diri sendiri berarti tidak mengenal Tuhannya, padahal masih sulit bagiku untuk mengenal diri sendiri.
siapa aku?
seperti apa aku?
hanya sedikit yang kutahu tentangku.
aku takut jika aku termasuk orang yang tidak mengenal Tuhanku,
aku takut jika aku hanya akan jadi debu.
hhh...

BU-BAR II saya nunggu bubarnya

BU-BAR kedua -masih di sekolah- lebih sepi dari biasanya. anak-anak PPL yang datang cuma enam orang 3 makhluk adam dan 3 makhluk hawa (?). tadinya saya sempat dapat undangan bu-bar anak bahasa inggris '05, tapi berhubung mendadak saya tidak ikut anak '05. habis... saya sudah buat janji dengan anak-anak PPL, saya yang "nggrataki" mereka untuk datang, masa saya sendiri malah mangkir? nggak konsisten dong.
waktu buka kami berenam duduk satu meja 0nggak seperti tempo hari yang nge-gap.

"Eh, Uki kalau makan nggak dihabisin istrinya brengosen lho"ledek teman saya. waktu itu si Uki tidak menyikat habis es kopyornya, jadi digodain temen begitu.
"Malah unik,"jawab Uki cepat.
Hihihi, jawaban cerdas.
itu salah satu kecrokan jayus selama makan.

"Eh, Ari nek makan nggak dihabisin suaminya entar brengosan lho,"ledek teman saya karena saya tidak menghabiskan makanan saya.
"Apa gunanya cukur dong?"sahut saya enak.
hehehe, saya senang kalau bisa melawan kecrokan.
habisnya kecrokannya level medium-low sih.

masih banyak kecrokan lain dari kaum minoritas selama bu-bar, sayangnya nanti bisa menghambur-hamburkan halaman blog saya, lagipula saya sudah lupa apa kecrokannya -saking seringnya kecrok-kecrokan.

saya juga memuas-muaskan diri mencecar mas PPL angkatan tua, lagi-lagi saya keceplosan, hehehe sepertinya saya sudah menginjak-inkjak harga diri anak sains waktu itu, hehehe ya maaf... besok lebaran pasti ta'sms minta maaf.

pokoknya selama buka acara kecrok-kecrokannya asyik, soalnya cuma 6 orang sih.
saya nggak banyak ngomong, habisnya lagi nggak bisa ngomong, paling cuma dua kali ngecroki doang. ya buntutnya saya jadi banyak ngoceh di blog,hehehe

Saturday, September 20, 2008

hiks

sepertinya keinginan saya mengkhatamkan Qur'an saya kok gagal lagi ya...
habisnya, saya sudah utang puasa banyak sekali, nggak bisa tilawah bentar-bentar, padahal ramadhan kan tinggal hitungan sekian hari...
hiks... bisa nggak ya...?

saya seram

Sepertinya image saya selalu berbau seram, menakutkan, kejam, galak, dan semacamnya.

Tolong deh, dalam satu hari saya dibilang ‘cowo’ dan ‘serem’. Segitunya ya?

“Halo cah serem,”balas teman saya waktu saya menyapanya dengan iseng.

Saya nyengir waktu mendengarnya. “Senyummu itu lho serem,”katanya.

“Aril pasang tampang serem…”itu ucapan pamit dari teman saya –orang yang sama- sebelum pulang.

Saya tahu pasti “serem” yang dimaksudnya adalah “sadis” atau “jutek”.

Ampun… image saya ternyata belum berubah.

Setelah agak lama tak jumpa, masih saja bahan kecrokannya sama: Aril serem, galak, sadis.

Teman saya –masih orang yang sama- pernah menjuluki saya ‘siluman’ karena waktu itu saya sedang kedanan komik Inuyasha yang notabene isinya siluman-siluman, jadilah hobi saya waktu itu sebagai inspirasi buat teman saya. Bagi saya hal itu terdengar lucu. Saya fine-fine saja dia bilang siluman atau apalah sejenisnya, toh konteksnya kecrokan. Toh saya membalasnya juga lebih kejam dengan “Seandainya kamu manusia Pit… pasti sudah kuurus…” hahaha, sekarang sudah nggak jamannya lagi kecrok-kecrokan yang model itu. Kesannya asal sih, tapi kalau teman saya yang itu memang harus digituin, habis nyolot banget orangnya. Apalagi saya orangnya susah mengalah, sekecap genti sekecap, dan jelas mulut tajam membalasnya juga lebih kejam. Nggak tahu juga kenapa saya bisa otomatis membalas seperti itu. Hehehe.

Lepas siluman, eh datang lagi kosakata ‘serem dan sadis’ dari mulut yang sama.

Lha... gimana lagi ya, lhawong apa yang saya punya ini sudah pemberian yang di atas. Settingan wajah saya ya begini ini. Saya susah senyum dengan simetris, nha…itu yang membuat saya berkesan sadis dan senyumnya kesannya kayak ngenyek atau mencibir atau lebih parah lagi menghina. Saya memang susah tersenyum dengan ‘los’ seperti orang-orang lain, tapi kalau tertawa lebih mudah buat saya, hehehe. Rasanya senyum saya nggak terlihat alami, makanya saya jarang senyum, habis aneh sih. Sudah kaku pula, kalau dipaksa senyum kan tambah aneh.

Jadi bingung, senyum kan sedekah. Tapi kalau saya senyum bisa-bisa malah bikin dosa gara-gara dikirain ngenyek. Teman saya pernah ada yang salah tingkah karena saya tersenyum –sebelum sempat menjawab- waktu dia minta pendapat pada teman-teman se-geng -soal apa saya lupa.

“Moh… Ari senyume ngono… kok koyo’e piye ngono… gah aku mbo’olatke,”katanya sambil kelihatan salah tingkah.

Lhah! Saya kaget. Saya sedang mikir, mau ngomentarin pertanyaannya –maksudnya njawab- tapi nggak tahu kenapa otomatis saya senyum, tapi senyum saya malah bikin susah orang.

Bwehh… Mungkin saya harus mencari alternatif lain selain senyum untuk bersedekah –lhah, kalo sedekah uang saya sedang bokek i, gimana no?

Murid les saya juga penah mengomentari cara saya mmm… apa ya… melihat… memandang… sejenisnya lah.

“Wah… moh aku… Mbak Ari lirikane ra nguati, ngolatkene ngono kuwi og…”katanya malu-malu dengan ekspresi seperti orang kepergok berbuat salah. Padahal saya bener-bener memastikan dia yakin pada jawaban soalnya atau tidak. Badalah… padahal sebelumnya saya sudah mendapat komentar yang sama. Ada yang nggak ‘kuat’ kalau saya lihat matanya bener-bener. Saya jadi penasaran, seperti apa sih cara saya melihat di mata orang lain? Apa bener seserem atau sesadis atau memang berkesan menghakimi atau mengupas orang lain begitu? Habisnya, reaksi mereka kok kayak orang malu atau ketakutan kalau saya lihat matanya langsung.

Teman saya dengan pedenya menebak kalau saya pasti galak waktu mengajar di SMP.

Padahal... jangan-jangan iya? Tapi saya rasa saya nggak galak waktu ngajar, biasa saja, sesuai sikon. Kalau menurut saya sih bukan galak tepatnya, tapi tegas. Muridnya nurut, saya ya ngajarnya halus. Tapi kalau muridnya menyepelekan, saya kan harus tegas. Mungkin realisasinya saja yang menciptakan kesan galak. Tapi saya kok yakin ya kalau saya nggak galak.

Pede,hehehehe

Nha…sekarang gimana coba? Saya menikmati settingan muka saya ini, tapi kok ya nggak pantes juga kalau saya terus-terusan dibilang menakutkan seperti itu. let it flow kali ya....?

mogok, yap-yapan, rampok --> nggak nyambung

Kazu mogok….

Kazu mogok karena saya lupa mengisi bensin pagi sebelum berangkat PPL. Untung saja mogoknya nggak pas di tanjakan, coba kalau iya...? Apes. Buntut-buntutnya, saya mengisi bensin di depot, sekalian botolnya saya usung ke kos jadi kelihatan seperti cewek yang beli TM alias ndem-ndeman padahal belinya bensin -tapi kalo bensin diminum sama orang yang nggak biasa seperti saya mungkin mendem juga kali ya, hehehe.

Style yap-yapan saya sepertinya kumat tadi pagi, sampai-sampai tetangga saya yang notabene cowok, suka cepet-cepet, saya langgar di jembatan, wekekekek...

Karena buru-buru juga sih, jadi kumat begitu, sampai lupa isi bensin pula. Karena dehidrasi, Kazu teler di jalan, untung sudah dekat kos. Jadilah teman saya ngetem di kos saya sampai ada bantuan dari tim penyelamat –terdiri dari sorang teman dodol beserta fikri,motornya- yang membawa pencerahan,hehehehe

Enak juga tambah temen, jadi bertambah pula korban perampokan saya. Bukan apa-apa, saya cuma “merampok” mp3 kok. Hehehehe

Biasa-biasa saja hari ini, pfui… bagus deh, daripada jadi bad day, mendingan ordinary day, ya to?

I AM A GIRL

“Daa…daa… cowok”

Dulu mungkin saya fine-fine saja mendengar orang berkata begitu pada saya. Saya sih sadar akan ketomboian saya. But I WAS.

Sekarang mungkin kalimat semacam itu bisa membuat saya kesal –walau sedikit. Orang yang mengenal betul diri saya pasti bisa melihat betapa kerasnya saya berusaha jadi gadis yang biasa-biasa saja. Orang yang kenal saya pasti bisa melihat betapa banyak perubahan yang terjadi pada saya. Saya yang anti rok sekarang mau pakai rok, apalagi rok PPL yang merepotkan sudah saya terima keberadaannya. Saya dulu anti dandan, tapi sekarang saya sudah mencoba –sedikit sih. Saya dulu suka lari-lari dan hiperaktif, tapi sekarang saya sudah menguranginya. Nhah, kalau nggak niat “ngenyek”, orang pasti mikir-mikir buat ngomong begitu. Tapi dasar teman saya pengen ngerjai saya saja jadinya ngomong begitu.

Jujur sih, saya agak gimana gitu waktu mendengarnya apa saya masih sebegitu tomboynya sampai-sampai saya berkesan terlalu dekat dengan gender cowok? Apa segitunya?. Setahu saya, saya memang tomboy, tapi saya tetap perempuan. Setomboy apapun cewek, pasti ada sisi di mana dia benar-benar seorang perempuan, sebuah sisi yang jarang dilihat orang: hati. Saya seorang tomboy yang tidak ingin disamakan dengan laki-laki atau dianggap sebagai laki-laki.

Lagipula, masih banyak kok cewek yang lebih tomboy daripada saya.

Memangnya perempuan itu harus lemah lembut? Klemar-klemer? Suka dandan? Harus feminin? Harus segitu girly-nya? Ampun...

Apesnya saya saja berada di lingkungan cewek metro yang hobi dandan dengan perilaku layaknya pengamat fashion dan mode.

Tolooong..... Ini nih yang nggak saya suka dari cewek pada umumnya. They just look at something from one angle.

Tenang Rie... tenang... Cuma masalah komunitas saja kok... nyantai... toh masih dipanggil Mbak atau Bu atau Miss sama kaum adam, berarti paling nggak kamu tu masih dianggap cewek.

Eh... kesannya kok saya begitu mengenaskan kan sih di dunia para wanita? Nggak mauuuu... saya nggak mau berkesan pathetic seperti itu.

Stay cool dong.

kata orang tak usah diambil pusing koma dengar koma saring titik

kalau ada gunanya cukup diterima koma kalau nggak buang saja titik

saya adalah saya titik

BU-BAR tau-tau bubar

Bu-bar di sekolahan rasanya beda dengan bu-bar teman-teman se-geng atau angkatan. Di sekolah semuanya prasmanan, bisa ambil sesukanya. Tapi kalau dengan teman se-geng pasti sambil nongkrong dan makannya bareng-bareng diladeni pelayannya, bisa ngobrol-ngobrol pula. Kalau dengan teman-teman seangkatan, biasanya ada kajian kecil, lalu makannya juga bareng-bareng, hidup.

Tapi –mungkin karena belum terbiasa- saya jadi merasa ada yang hilang. Iya sih, lebih efisien waktu, cepet-cepet mbatalin puasa lalu sholat magrib berjamaah. Cuma ya...di luar perkiraan saya, tadinya saya kira acara bu-bar nggak cuma makan-makan, tapi juga ada kajian dikit-dikit, ternyata nggak. Sayangnya saya nggak merasakan keberadaan kajian di bu-bar guru-guru SMP (Aneh, saya yang malas mendengarkan ceramah atau kajian apapun jadi merasa kehilangan juga, hehehe) Mungkin kajiannya sudah sekalian jadi satu dengan murid-murid SMP –saya nggak tahu pasti- waktu saya dan teman-teman PPL yang putri sedang bantu-bantu menyiapkan hidangan bu-bar. Pokoknya begitu mendekati waktu buka, tau-tau semua sudah masuk lab –tempat bu-bar- dan beberapa menit kemudian adzan dan semua mengambil minum sendiri-sendiri.

Intinya: datang, minum (teh atau es buah ambil sendiri), sholat jamaah –saya tidak bisa ikut- dan makan (silakan ambil sendiri), lalu tau-tau benar-benar bubar bu-barnya.

Ini sih buka bersama-sama asli buka bersama-sama, makan trus pulang sama-sama.

Saya agak kesal juga dengan –apa ya?- pokoknya merasa kesal lah. Banyak. Dan bukan Cuma saya, tapi orang-orang kurang pikiran lainnya pula, hehehe.

Tadinya anak-anak PPL yang perempuan sudah ngumpul di meja baris kiri dan yang laki-laki di sebelah kanan. Tapi nggak tahu gimana ceritanya tiba-tiba ada yang nyampur, ada cewek yang –mendahlui- gabung ke meja cowok. Ya… saya nyadar sih lingkungan tempat saya PPL –dan yang jelas juga saya sendiri- tergolong ‘biasa’ tanpa invasi gaya akhwat-akhwat atau ikhwan-ikhwan. Tapi ya tetep gimana… gitu. Aneh, padahal guru-guru lain kan duduk terpisah. Saya bingung. Pinginnya sih gabung juga, kan rame, tapi kok ya nggak enak. Apalagi ini acara yang berbau ‘religi’ begitu, tambah kagok dong. Saya yang tadinya berdiri di dekat meja para kaum adam –saya ada perlu dengan teman untuk meminta flasdisk dan ngomong-ngomong sedikit, itu saja- jadi celingukan.

Di depan: guru-guru sudah duduk membuat gap sendiri, dan pasti diklasifikasikan berdasarkan gender.

Di samping kanan saya: para lelaki sudah duduk siap berbuka, dan ada dua teman PPL putri, di hadapan saya –berarti di hadapan teman PPL putra dong- sudah asyik ngobrol. Di samping kiri (agak belakang) saya: ada dua orang teman saya, cewek semua, duduk di baris guru putri paling belakang.

“Eh, sini aja yuk,”kata salah satu dari teman saya yang dua itu.

Saya oke saja, kebetulan dong.

“Mbok di sini saja,”kata teman saya yang sudah nyampur –cewek.

Saya tidak melihat ada space yang cukup untuk tiga orang, kalau ada mungkin saya mau gabung setelah ‘menggeret’ teman saya yang dua tadi. Sayangnya tidak ada space, apalagi waktu itu saya masih berdiri di samping teman PPL cowok (yang saya punya urusan dengannya) –kayaknya yang paling alim pula, walau bukan ikhwan- jadi saya cuma menjawab dengan senyum saja ajakan teman saya tadi lalu cepat-cepat bergabung dengan dua teman saya di meja putri.

Sebenarnya gampang kalau mau gabung dengan meja ‘campuran’ tadi, saya cukup menarik kursi, selesailah. Tapi mana saya tahan duduk di samping cowok seperti yang saya jelaskan tadi ditambah dua teman saya malah masih ‘mencil’ di belakang baris putri. Akhirnya saya jadi trio di belakang dengan dua teman PPL putri yang terpisah dari rombongan –kayak burung migrasi aja. Begitu deh, saya yang merasa ‘biasa-biasa saja’ jadi kagok kalau harus ‘ngemix’ seperti tadi. Gimana lagi, saya memang lagi nggak berani lama-lama deket sama kaum adam, apalagi yang lebih alim dari saya, miris. Jadinya ada dua kubu deh, trio saya jadi seperti anak tiri –kata seorang teman di baris campuran.

Salah satu teman saya, Di –yang semeja dengan saya- dibuat kesal oleh seorang teman –cowok- dari meja campuran. Waktu Di mau cuci tangan, dia melewati meja mix, seorang teman nyeletuk “Anak tiri…”

Tau apa reaksi teman saya?

“Watch your mouth,”katanya.

Saya ngakak waktu Di cerita dengan kesalnya.

Saya bilang,”Kenapa nggak pake SYFM aja Di?”goda saya.

“Apa tu?”tanyanya, ingin tahu.

“Shut Your F*****n Mouth,”jawab saya –saya kan ratu swearing,hehehe, seenggaknya pernah hobi misuh lah.

Di tertawa.

Teman saya yang satunya -semeja- Li bilang,”Nanti dia nggak tau artinya Di.”

“Biar dia cari di kamus sendiri,”sahut Di santai.

Jadilah saya ketawa-ketiwi lagi, berusaha menahan diri waktu sense of swearing-nya dan saya kumat.

Hal yang paling membuat saya kesal adalah satu: asal ngomong. Saya diajak ikut ‘mix’ tapi dua teman saya masih ‘mencil’ apalagi ajakan gabung tadi nggak lihat-lihat space, enak saja. Itu sih seperti mengajak teman naik bis, dianya sudah masuk, temannya masih di depan pintu tapi bisnya sudah penuh. Ngomong doang dong! I don’t like it very much. Niat nggak sih?

Hal yang mengesalkan kedua: saya mendengarkan “Eh, mbok itu diajak bicara, kasihan,”seorang teman berkata entah pada siapa. Jelas yang dikasihani adalah trio mencil. Maaf ya, nggak butuh kasihan-kasihan segala. Kami eh saya ding lebih butuh ‘pikiran’ daripada sekedar omong kosong seperti itu. Saya –entah kenapa-menganggap apa yang dikatakan oleh teman saya –yang mungkin maksudnya ungkapan sympathy- sebagai omong kosong belaka.

Saya juga kesal pada seseorang personally –dan sungguh, bukan cuma saya yang merasakannya, hampir semua teman PPL yang putri lho- gara-gara kelakuannya yang nggak cetho.hampir teman PPL putri yang puasa tadi berbuka dengan bangkai tersangka –maaf, maksudnya ‘ngrasani’. Asli, saya sebal sekali dengan kelakuannya, tapi ya sebisa mungkin keep silent dulu. Dindem deh. Lain kali ngomong langsungnya. Bayangkan, seorang teman PPL -sebut saja Hil- tidak bisa ikut bu-bar karena kesulitan transportasi, sedangkan dia –teman yang mengesalkan, sebut saja Ni- jelas-jelas searah dan melewati jalur rumah Hil tapi dianya ogah-ogahan ngasih tumpangan. Bukan ogah-ogahan, tapi memang nggak niat. Padahal kemarin-kemarin sempat nawarin Hil bareng, tapi mendekati hari H kok jadi leda-lede nggak cetho. Saya sempat tanya waktu masih jam sekolah tadi –pragmatic ni- “Ni Ni… Kamu nanti datang kan? Nek datang kan Hil bisa sekalian mbonceng.”

Jawabnya, “Insyaallah.” Sambil molet-molet nggak cetho.

Jelas insyaallah-nya dia nggak bisa dipegang, njawab saja niat nggak niat. Saya juga langsung nyahut,”Wah, nggak bisa dipegang.” Sayangnya dia nggak dengar, hehehe.

Teman saya Hil sudah kelihatan menunjukkan hasil negative, maksudnya dia nggak ngarep bantuan atau kebaikan dari Ni lagi.

Tapi… Ni datang juga. Hil jelas nggak bisa datang karena nggak ada bis waktu pulang. Sebelumnya ada teman saya –sebut saja Ri- menawarkan bantuan, dan kelihatannya dia lebih bisa dipegang omongannya, tapi Hil tetap nggak enak jadi ya...nggak datang karena nggak mau merepotkan Ri yang rumahnya jauhhh.

Itulah sebabnya hampir semua teman PPL saya yang putri kesal sama Ni. Habis…cowok kok nggak tegas, nggak jelas, ngomong doang, seenaknya. Yang jelas, nggak solider sama teman itu lah. Ugh… kalau saya cowok, mungkin saya akan malu dengan kelakuan sesama kaum adam yang seperti itu.

Bebek dipegang lehernya, kucing dipegang tengkuknya, kelinci dipegang telinganya, kalau manusia yang dipegang kata-katanya, iya nggak.

Ni sempat jadi bulan-bulannan ketua saya, pokoknya dia dimandiin dengan kata “salah” oleh ketua saya. Yang lainnya sih ngikik saja mendengarnya. Saya juga sempet nyletuk sih, tapi nadanya bercanda, “Kowe k iwis salah, mbuh kowe ono opo ora tetep salah Ni.”

Nggak tahu deh ‘siraman salah ala ketua’ manjur atau tidak, nyilet atau tidak, saya sih masa bodo. Saya masih suka ‘nyilet’ tapi cuma orang-orang tertentu saja yang jadi korbannya,hehehehe.

Monday, September 15, 2008

lima hal sulit dalam hidupku

ada yang memberi komentar pada blog saya.
hehehe, kata-katanya nge-pas sih...
saya memang mudah swearing, kata-kata saya juga kasar kalau nggak straight.
mungkin karena saya tidak bisa mengendalikan emosi saya mulai satu atau 1,5 tahun yang lalu. bisa dibilang, kebiasaan bicara ketus, keras dan kasar dengan kosakata yang tidak pantas untuk seorang wanita adalah imbas dari ledakan emosi yang ulit diarahkan.
tapi itu dulu.

sekarang saya sedang berusaha menguranginya, karena sebenarnya I was not born to be a swearing-lover. saya jadi malu kalau ingat waktu kecil sampai SMA, saya memang hiperaktif, tapi nggak suka swearing seperti sekarang. kalau sekarang, mungkin jadi suka swearing.
dari kecil ibu saya sering bilang "Kowe ki nek ngomong ati-ati. sadar opo ora omonganmu ki nylekit" artinya..."KAmu kalau bicara hati-hati dong, sadar nggak sadar kata-katamu itu menyakitkan hati."

saya juga tidak mau menyakiti siapapun yang tidak layak disakiti, siapa yang mau punya lidah tajam? saya nggak mau, tapi gimana lagi. saya sering tidak sadar kalau gurauan saya bisa begitu tajam. makanya saya jadi sedikit pendiam. tapi kata teman PPL saya "Kowe ki sekali ngecroki keno." Intinya, saya kalem tapi begitu ngomong tetep nyilet. puah... saya juga nggak mau begitu pada orang yang saya anggap baik.

lha gimana lagi.
hal macam ini masuk list hal paling sulit dilakukan, ni isinya:
1. ikhlas
2. sabar
3. nggak nylekit
4. mengakui kesalahan
5. nggak nyumpah-nyumpah

sementara baru itu yang saya sadari.
hiks...

Tragedi Kemiskinan

saya kaget sekali waktu iseng-iseng memilih channel berita di TV kemarin sore. Saya lupa apa headline-nya, yang jelas intinya zakat memakan korban jiwa. awalnya saya pikir "Biasa, paling-paling satu orang lansia yang kehabisan napas. Tapi kok terlalu juga ya?"
lalu begitu headlinenya kelihatan ... dhoeng... 21 orang tewas terinjak-injak saat pembagian zakat di Pasuruan. kalau 21 orang tewas dalam konser Ungu atau Linkin Park sih saya tidak kaget. lha ini kok acara amal?

Innalillali wa innaillaihi rajiuun.... astaghfirullah...
ya Allah... miris sekali, demi uang zakat sebesar 30 ribu 21 nyawa melayang karena terinjak-injak dan kehabisan oksigen.

saya tahu mereka pasti tak sabar ingin mendapatkan uang itu, tapi kalau sampai berjejalan seperti hantu-hantu di Silent Hill kok ya keterlaluan sekali. melihat desakannya saja saya sudah ngeri sekali. Ada yang mengatakan karena mereka miskin jadi antusiasme mereka jadi sulit diatur. Saya tahu kehidupan miskin itu seperti apa. Tapi apakah mental mereka juga benar-benar tergerus oleh kemiskinan? okelah, saya bisa memahami sifat tidak sabar orang berusia lanjut, tapi kenapa bukan keluarganya yang lebih muda dan kuat saja yang mengambilnya? KEnapa nenek-nenek renta yang harus merasakannya? setidaknya tolonglah ada keluarga yang mengingatkan, mentok-mentoknya mendampingi mereka -para lansia.

Saya sangat menyesalkan pemberi zakatnya dan panitianya. Menurut saksi kejadian "desak-desakkan beresiko" sudah biasa. Masya Allah, "biasa"? harusnya pemberi zakat juga memikirkan tindakan antisipasi, apalagi kalau sudah pernah terjadi hal yang hampir serupa. tapi kok malah "biasa" begitu?

benar-benar harus ditindak secara hukum.

21 nyawa melayang.
melayang karena kemiskinan, ataukah melayang karena harapan akan uluran tangan?

semoga kelak tidak akan terjadi lagi hal semacam itu di manapun. apalagi acara amal, sungguh disayangkan.

kowe i aneh

“Kalian wong telu, beda dewe i kowe og.”

“Kowe i cah wedok paling aneh ning kene.”

“Kowe i aneh dewe og Rik.”

“Kowe i nyet cah aneh.”

“Kandhani kowe ki sing paling aneh di antara konco-koncomu.”

Itu adalah beberapa komentar yang sering saya dengar dari teman PPL saya yang bisa dibilang tua orangnya –secara umur dan angkatan, kalo pikirannya hehe saya kok sangsi ya. Setidaknya satu dari sekian kalimat di atas saya dengar setiap kali ada acara infotainment atau kalau ada teman saya yang dandan atau berkaca.

"Aneh"

Ugh, asosiasinya kok negatif banget.

Kalau ‘Beda’ sih masih bisa diterima, setidaknya tidak berkesan negatif. Lha ini, aneh, ugh…

Saya pertama kali disebut aneh gara-gara saya tidak suka nonton acara gossip di base camp PPL. Waktu itu TV sedang menyala dan acaranya Silet dan saya lupa siapa yang jadi bahan ‘silet’annya. Saya mendengus –nyinyir- waktu itu. Saya buang muka dan duduk bersandar kepala di kursi empuknya perpus. Eh, dibilangin aneh gara-gara cuma saya seorang yang nggak nggagas acara itu. Hegh, gitu doang… Salah ya kalau nggak suka?

“Kowe ki beda og, kancamu e dho seneng gossip, kowe ga seneng dhewe.”

Saya menjawabnya dengan cengiran.

Waktu saya kembali ke kursi saya di dekat pak Komentator, dia bilang “Kowe nyet aneh og.” Bah!

Saya dibilang aneh gara-gara saya nggak pernah kelihatan –setidaknya oleh komentator tetap saya- dandan atau setidaknya bercermin di base camp PPL. Heh, masa kaya gitu dibilang aneh? Aneh apanya? Saya tidak suka dandan di hadapan khalayak ramai –hiperbola- kok dibilang aneh. awalnya beda, tapi buntutnya yang keluar kok vocab ‘aneh’. huh… Dua teman saya memang cewek dandy banget, suka dandan. Tapi apa salah kalau aktivitas dandan saya jadikan sebagai hal pribadi?

“Lha trus opo salahe nek aku ra seneng dandan?”pernah saya tanya.

“Yo… kowe I gur aneh wae. Aneh dewe kowe ki. Pokoke aneh.”

Hah? Hanya itu? Saya tidak tahu apa yang salah, yang saya dapat lagi-lagi kata "aneh".

Saya juga tidak berminat untuk dandan atau bercermin atau merelakan mata dan telinga menikmati infotainment hanya demi menghilangkan imej "aneh" yang diberikan pada saya. Prinsip ya prinsip, mau dibilang aneh ya up to you you ae.

Anggap saja orang yang mengomentari saya sedang –masa selalu?- kurang kerjaan. Di antara kaum adam di base camp cuma dia yang cerewet ‘nganeh-anehin’ saya. Eh, jangan salah, itu betulan komentar aneh, bukan bentuk perhatian apalagi affection lho ya, considering dia yang suka ngecroki siapapun kalau lagi ada kesempatan dan niat.

Bhew… PPL… ada-ada saja.

Anak-anak kesayangan di 8A

September 15, 2008

Monday

Akhirnya…

Hari ini saya bisa mengajar dengan lancar. Pf…sempat sedikit nervous sebenrnya, pagi-pagi malah, padahal jadwal mengajar saya di dua jam terakhir. Seiring berjalannya menit-menit di sekolah, akhirnya nervousnya hilang. Saya kan tipe orang kalem….pit-lempit, jadi senervous apapun akhirnya ya hilang juga dan kembali ke sifatnya yang glodag-glodag. Saya –back to nature- cengengesan dengan teman terdekat –bangkunya maksudnya- kalau jail…mm…saya agak berkurang seminggu terakhir ini, jadi saya hari ini tidak mengusili siapapun.

Saya sudah menyiapkan RPP dan materi sejak malam sebelumnya. Ditotal-total…tidur saya baru empat jam. Biasa sih, selama puasa waktu tidurnya bisa berkurang, tidur malam bangun jam 3, habis sahur ya terus melek. Saya baru tiga kali tidur subuh setelah sholat, yang riil dua kali, soalnya yang satu Cuma tidur-tidur ayam.

Kembali ke RPP. Sebelumnya saya sempat dibuat sibuk membolak-balik halaman-halaman buku, sambil sms-an dengan teman yang besok juga akan mengajar,hehehe. RPP selesai malam, pagi setelah sholat subuh saya mengedit dan mengetik daftar nilai anak-anak. Pf…

Saya sampai di sekolah jam 8.54. sudah hampir komplit para penghuni markas PPL. Salaman-salaman dengan para gadis, yang cowok nggak, trus duduk, prepare bahan ajar. Ada satu hal yang membuat saya kehilangan muka di hadapan semua makhluk hidup dan benda tak bernyawa. Saya SALAH mengoreksi jawaban anak sebanyak 2 nomor! Bayangkan, bisa masuk neraka saya gara-gara itu. Hiks… kesal, malu, campur kecewa. Yang tahu paling tiga orang: guru pamong, saya, dan teman PPL saya. Shame on me! Harus ditebus secepatnya, kalau nggak bisa kurus saya dimakan dosa akademik.

Dosen pendamping PPl juga datang. Ngobrol ini itu. Lumayan, saya dapat compliment atas RPP yang saya buat dengan setengah asal-asalan.

Waktu mengajar… awalnya saya pasang tampang sangar, jutek, bete, sekaligus marah. Ini dalam rangka menghajar anak-anak ‘braok’ di kelas A. Empat menitan saya biarkan mereka rame sendiri-sendiri sementara saya pasang tampang sangar. Then... mulai deh pelajaran, dan –otomatis- tampang sangar saya memudar dan berubah jadi tampang biasa. Sesekali saya pasang muka jutek juga –khusus untuk menyentil murid-murid kesayangan. Materi hari ini How to Invite dan Personal Letter.

“I’m going to have a birthday party next week and... i want to invite you. Would you come to my birthday party?” tanya saya begitu cuap-cuapnya mereda.

Plenggong… itu reaksi pertama murid saya

Saya ulangi pernyataan sekaligus pertanyaan saya.

“Maukah.. e... pesta ulang tahun Bu…” reaksi kedua sedikit agak ‘nyaut’

Saya ulangi plus menerjemahkan

“Oooo….” Reaksi ketiga lebih konyol

Saya ulangi lagi –gustii….

“Yess….” Reaksi keempat paling keren sedunia –waktu itu.

Kemudian saya tambah “Tapi Birthday party-nya on Monday at eight in the morning. Kalian sekolah to?”

“Diundur aja bu…”

Hek… ganti …

Saya tambah lagi pertanyaan yang hampir sejenis.

“I’m going to have a wedding ceremony next two months. Would you like to come to my wedding ceremony?”

"Wedding… bu… upacara pernikahan?" reaksi pertama.

“Ya, upacara pernikahan, pesta pernikahan,”jawab saya.

“Yes.” Jawaban mereka masih sangat irit dan belum mencapai target yang saya mau.

Saya ulangi pertanyaannya.

“Wuis, cepet banget,”reaksi kedua -normal- tapi nggak tepat.

Saya tanya lagi pada seorang ‘murid kesayangan’.

“No…”jawabnya agak takut-takut males.

Bagus deh, emang semuanya cuma pertanyaan pengantar yang saya karang-karang supaya kedengaran agak riil, maksudnya supaya mereka tertarik, begitu. Lumayan lah. Saya memang ulang tahun bulan ini, tapi kalau nikah? Jangankan dua bulan ke depan, satu tahun ke depan saja saya nggak tahu, hehehehe.

Heh… bagian pembuka yang konyol untuk pelajaran saya ever deh.

Sekonyol apapun, akhirnya saya bisa tetap mengajar dengan lancar –menurut saya. Anak-anak A lumayan agak bisa diajak mikir. Padahal minggu lalu saya sempat ngamuk dan nyetrap empat ‘anak kesayangan’ berdiri di depan kelas sampai bel pulang, hehehe.

Alhamdulillah hari ini saya mendapat reaksi tak terduga dari anak-anak.

Saya menyuruh mereka membuat personal letter, bagian heading dan salutation sudah dikerjakan bersama-sama. Berhubung sudah bel, ya terpaksa untuk pe-er.

“Tugasnya mau dinilai apa enggak?”tanya saya sebelum pulang.

“MAuuuu no buu….,”glek, saya kira mereka mau bilang ‘nggak usah bu…’ bener-bener, hari ini saya bisa bilang 'sayang' sama mereka –dalam hati lho.

Alhamdulillah deh.

Pokoknya I love teaching.

Monday, September 1, 2008

Ananda Ardi

Ananda Ardi …………Sulistyawati

Adalah nama adik perempuan saya.

Ibu saya ingin menamai putri terkecilnya dengan nama Ananda. Kata beliau nama itu adalah nama yang manis, seperti doanya supaya kelak dia bisa jadi anak gadisnya yang manis dan lembut, tidak seperti kakak perempuannya yang tidak ada bau ‘perempuan’nya.

Saya berkeras pokoknya harus ada nama Ardi, terserah di mana, mau di depan sebagai first name, mau di tengah atau di belakang yang penting saya bisa memanggilnya Ardi jika nanti saya berhasil mengajaknya memanjat pohon. Nama saya berarti langit, karena itu saya ingin memberinya nama Ardi yang berarti bumi. Kan lengkap jadinya, saya si sulung jadi langit, si bungsu jadi bumi, dan si cowok tengah yang jadi anugerah bagi keduanya. Ardi mungkin bukan nama yang maskulin dan sama sekali nggak ada cewk-ceweknya. Tapi saya ingin dia kompakan dengan saya. First name saya juga tidak ada ‘cewek-cewek’nya, dia juga dong… toh artinya juga bagus… bisa bumu, bisa gunung –tapi saya pilih bumi.

Sulistyawati …kalau tidak salah adalah nama yang diusulkan bude saya. Saya sebenarnya tidak suka dengan nama itu, tapi ya biarlah, kasihan dia juga. Bude saya terobsesi dengan anak perempuan, semua anaknya laki-laki.

Tapi saya Cuma mau adik saya bernama Ananda Ardi, tanpa nama ketiga itu, kalau mau nama ketiga ya…selain itulah…

Saya lupa kapan adik saya lahir. Saya hanya ingat dia lahir bulan Agustus. Dia keluar lebih awal dari rahim ibu saya di tengah kondisi yang sama sekali tidak layak baginya. Ibu saya mengalami trauma pasca gempa dan itu berpengaruh pada kandungannya. Beberapa hari sebelum melahirkan, ibu saya mengalami mimisan hebat dan langsung dibawa ke rumah sakit. Tak ada seorangpun memberitahu saya tentang kejadian itu. Begitu pulang, saya langsung diantar ke rumah sakit untuk membesuk ibu.

Beberapa hari saya menunggui ibu bergantian dengan ayah, adik saya masih sekolah jadi tidak bisa ikut menunggui. Setelah beberapa hari dirawat, ibu saya melahirkan dengan normal.

Saya sempat melihat adik saya yang masih merah. Saya melihat bayi mungil yang mulus, cantik, dan tidak ada cacat di tubuhnya. Sungguh, saya yang tidak suka anak kecil sekalipun bisa mengatakan dia bayi yang lucu. Adik saya dimasukkan di ruang inkubator. Saya hanya bisa melongok-longok sambil berharap agar adik saya bisa segera keluar dari kotak inkubator.

Saya lupa berapa hari selangnya, tiba-tiba saya dipanggil perawat dan diberitahu bahwa adik saya sedang dalam masa kritis. Terang saja saya terkejut. Kenapa begitu mendadak? Susah payah saya menahan diri agar tidak menangis di depan orang lain waktu itu.

Begitu keluar dari ruangan, saya langsung terduduk di depan pintu bangsal. Waktu itu saya masih bersama mantan saya, saya benar-benar tidak bisa menahan ganjalan di tenggorokan saya dan menangis di depannya. Susah payah saya menahan diri. Saya tidak ingin membuat ibu saya sedih waktu itu.

Beberapa hari kemudian, saya menemani ibu saya pulang ke rumah dengan mobil sewaan. Ayah stand by di rumah sakit karena Ardi saya masih di dalam inkubator dan harus ada keluarga yang menunggui.Waktu itu ibu sudah tahu keadaan Nanda-nya yang sedang kritis. Beliau bilang pasrah saja. Sepanjang jalan pulang saya tidak bisa sedikitpun merasa tenang.

Benar saja, beberapa menit setelah sampai di rumah ayah menelpon saya. Beliau bilang kalau Nanda sudah pergi.

Betapa sedihnya bila mengingat masa-masa Ardi masih belum lahir. Sering saya menempelkan telinga ke perut ibu saya, mengajaknya bicara. Saya sudah membayangkan betapa asyiknya mendandani adik perempuan saya nanti.

Betapa orang tua saya takut akan penolakan saya dan adik saya –yang ternyata tidak terbukti sama sekali- sampai-sampai mereka berdua bicara dengan sangat hati-hati pada saya bahwa saya akan punya adik lagi. Mereka takut kalau saya akan malu punya adik lagi saat usia saya sudah 19.

Adik perempuan yang sudah saya tunggu-tunggu untuk menemani ibu saya di rumah sudah tidak ada. Saya bahkan belum sempat menyentuhnya. Bahkan di saat terakhir pun saya tidak punya keberanian untuk melihatnya. Saya hanya bisa sembunyi waktu itu. Adik laki-laki saya ikut menangis waktu. Kami berdua menangis. Kami yang dikenal sebagai anak yang ‘keras’ menangis saat itu.

Memang Ardi belum sempat mewarnai hari-hari kami, tapi kami sudah menantinya, menyayanginya. Bayangan tiga bersaudara yang kompak bikin pusing orang tua. Kami membayangkan betapa ramainya jika nanti bertengkar bertiga. Lucu.

Saya tidak tahu kapan saya bisa mengingatnya tanpa harus meneteskan air mata.

Saya masih menangis bila mengingatnya. Saya tak lagi ingat kapan dia datang dan kapan dia pergi. Pernah saya berusaha melupakannya dan menghapusnya dalam ingatan saya dengan kejam, tapi tetap tidak bisa.

Hanya teringat namanya saja sudah bisa membuat saya susah payah menahan air mata. Bahkan setelah saya berjanji tidak akan menyia-nyiakan air mata, saya tetap sulit untuk tidak menangis jika teringat pada Ardi.

Ya Allah maafkan hambamu ini. Bukannya aku tidak bisa merelakannya, sungguh aku ingin sekali dia tenang di sana.

Mungkin saya memang ditakdirkan untuk menjadi satu-satunya anak perempuan dalam keluarga saya, seperti halnya adik saya sebagai satu-satunya anak laki-laki orang tua saya.

Mungkin blog saya kali ini cengeng dan tidak jelas, loncat sana-sini. Saya hanya ingin merasa sedikit lega, saya sudah bosan memendam puluhan kata ini di hati saya. Kasihan hati saya sudah kerja keras menetralkan racun masih harus ditambah beban tak terlihat seperti ini.

semrawut

Blog saya semrawut?

Saya memang jarang posting blog, karena itu saya juga tidak begitu peduli pada blog saya. Bagi saya, blog sekedar tempat membuang sebagian isi kepala saya yang juga semrawut –setelah proses editing tentunya. Saya bukan maniak internet, ataupun blogger sejati. Nge-blog saya lakukan sambil lalu. Kalau tidak ada yang diajak ngomong, saya nge-blog. Kalau sedang kesal dan ingin ‘menyentil’ orang, saya nge-blog. Kalau ada hal konyol yang saya alami, saya ngeblog. Cuma itu, ngeblog alias posting doang. Saya kurang canggih dan kreatif soal merapikan blog atau menyettingnya supaya tidak semrawut. Saya juga tidak begitu lihai mengolah kata-kata atau konten postingan saya.

Semrawut? Ya memang begitu adanya saya.

Lain kali kalau sempat, akan saya utak-atik settingannya, semampu saya tentunya.

September 1, 2008


Hari pertama Ramadhan, hari pertama di bulan September, pertama kalinya saya memulai dengan buruk.

Saya berangkat pagi ke Solo seperti biasa.

Sialnya saya nabrak anak laki-laki usia SMP/ SMA, entahlah, yang jelas saya benci ini.

Saya memang mengendarai dengan kecepatan yang dianggap tinggi oleh ibu –mungkin juga ayah - saya, sekitar 50/60 km/jam. Dari jarak sekitar 15 meter saya sudah mengklakson, tapi sepertinya yang ada di depan saya adalah gerombolan anak-anak budeg yang tidak bisa mendengar klakson saya.

Seorang anak mulanya menyeberang seenaknya –tapi setidaknya masih mau lihat kanan, kiri, depan, belakang- itu yang membuat tersangka ikut-ikutan nyebrang, hanya saja dengan style yang berbeda. Saat itu dia sepertinya bersama seorang anak kecil –entah di kiri atau kanannya, mungkin di kiri- mereka berdua benar-benar sembrono juga, nyebrang tanpa lihat-lihat belakangnya. Saya sudah mengklakson mereka, mereka nggak mau noleh juga lihat-lihat keadaan, terus nyebrang, ndlajus, bahkan saya jelas-jelas melihat dia seenaknya seolah-olah jalan itu punya moyangnya.

Saya sudah deg-degan pada 5 meter terakhir ‘nabrak, nabrak, nabrak, nabrak’ salah satu sudut batin saya berbisik begitu. ‘minggir goblogggg!’ sudut yang lain teriak begitu. ‘shit!’ satu lagi memaki-maki. Kontan saya lepas gas, dan mengerem dalam-dalam, tapi tetap saja… Brakk!

Saya menabraknya, dia terpental dan sepertinya membentur jembatan. Saya sendiri jelas ‘ngglasar’ dan jatuh ke arah kiri. Pyuk. Saya melihat bensin tumpah dari motor saya. Saya langsung berdiri –walaupun pinggang saya sakit, paha kiri saya juga sakit- tak peduli nasib Kazu, saya mendekati anak itu, dia masih belum bangun, masih ‘adududuh’ ngglasar.

Saya kesal, bingung dan takut juga waktu itu. Begitu bisa jalan saya langsung melepas slayer dan sarung tangan saya. Bahkan seperti orang ‘weng’ sepatu saya ikut saya lepas, walaupun tiga detik kemudian sepatunya saya pakai lagi. Saya buka kaca helm saya kemudian memasukkan slayer dan sarung tangan ke dalam tas dengan kesal, dan saya yakin wajah saya kelihatan sangat kesal, jutek, dan BETE.

Saya bingung sekali, mau diapakan anak itu nanti? Bagaimana kalau dia sakitnya parah? Kan dia sempat membentur jembatan. Saya takut dan siap-siap melihat darah mengalir dari pelipisnya, tapi alhamdulillah… nggak ada darah sama sekali. Tapi saya masih takut, jangan-jangan dia gegar otak. Saya bingung. Ngalor-ngidul, ke Kazu, ke anak itu. Saya bingung, bagaimana kalau nanti masalahnya panjang. Saya hanya takut menyusahkan ayah saya, takut sekali menyusahkan beliau, takut, takut, dan memang hanya itu yang saya takutkan saat itu. Saya sempat meninggalkan anak itu –karena sebenarnya saya kesal sekali dengan dia- dan melihat-lihat kondisi Kazu. Sepertinya Kazu tidak apa-apa. Sepatu saya sampai patah lapisan pengganjalnya. Ugh..

Saya hampiri lagi anak itu tadi, saya tanya “Pripun dek?” adiknya bilang “Mboten nopo-nopo mbak, njenengan terus mawon.” Mungkin waktu itu tampang jutek saya membuat dia agak takut atau segan.

Saya tinggalkan dia lagi, mengamati Kazu lagi. Waktu itu saya masih kesal sekali. Saya lihat anak itu sudah duduk, dan sepertinya memang baik-baik saja.

Saya hampiri dia lagi. Saya tanya lagi, “Pripun dek? Mboten nopo-nopo tenan to?”

Dia menjawab, “Mboten nopo-nopo mbak, mboten nopo-nopo. Njenengan terus mawon mbak”

Saya tanya lagi, “Daleme pundi?”

Dia menjawab,”Ming cedhak mriku og.”

Saya tanya lagi,”Mboten nopo-nopo to?”

Dia jawab lagi, masih duduk,”Mboten og’

Saya ke Kazu lagi, mengamati lagi sambil menjawab pertanyaan bapak-bapak, “Pripun to mbak critane wau?”

Saya jawab sambil menahan kesal dan bingung,”Adike wau nyebrang mboten ngolatke dalan Pak.” Itu saja.

Saya lihat tempat si bocah tadi duduk.

Eh, dianya sudah pergi, uihhh… kesal. Nama baik saya dan orang tua saya bisa tercemar kalau ada yang kenal saya di antara sekian banyak penonton sialan itu.

Dengan kesal saya mengamati kondisi Kazu.

Ibu-ibu bertanya,”Sepedane pripun mbak? Mboten nopo-nopo?”

Saya jawab miris,”Kadose mboten nopo-nopo.” Itu saja.

Saya coba starter Kazu, untung langsung nyala, langsung saja saya naiki Kazu. Pergiii!

Ibu-ibu tadi bilang,”Leren riyin mbak. Kok ketoke tesih ndredeg.”

Saya hanya senyum kecil, lalu pergi setelah bilang “Maturnuwun Bu.”

Sepanjang sisa perjalanan saya menyumpah-nyumpah tak jelas. Saya pegang setang dengan satu tangan, tangan kiri saya memegang paha kiri yang rasanya perih sekali.

Untung saya pakai sarung tangan, coba kalau tidak? Bisa lecet-lecet kan? Duduk di atas jok saja rasanya nggak nyaman, wong ‘boyok’ saya rasanya ‘njarem’ gara-gara kenalan sama aspal.

Huh….

Kesal….!!

Yang jelas, saya tidak akan pernah mengakui kesalahan saya lebih dari dua.

  1. saya buat Kazu jatuh lagi
  2. saya pacu Kazu dengan kecepatan tinggi (standar ibu saya)

selebihnya, NO. Anak itu yang nyebrang sembarangan.

Dia kena cium Kazu di luar kesalahan saya.

Bego!

Bego!

Bego!

Saya masih kessallll!!!!

p.s. moga-moga tu anak waras beneran dan nggak menyebarkan fitnah di muka bumi.

SMS Ramadhan

Menjelang Ramadhan banyak teman-teman yang mengirim sms ucapan ‘Met Puasa’ dalam berbagai gaya. Ada yang pakai bahasa Jawa pula, yang mungkin namanya parikan atau apa itulah. Saya balas sms mereka sekenanya, setelah itu terbersit ide untuk ikut mengirimi teman-teman saya sms serupa-tapi tak sama.

Saya sms mereka begini:

Assalamualaikum

Met siap2 puasa…

Met sambut ramadhan...

Met forward2an sms... =P

Mohon maaf atas segala salah&iseng yg prnah saya lakukan

Saya kirimkan ke teman-teman PPL saya dan saya mendapat balasan yang lucu-lucu. Ada yang ‘menjawab’ permohonan maaf saya tapi buntutnya bertanya siapa saya.

Ini beberapa sms yang lucu, aneh, dan ya… ngono kui lah pokoke…

Mb Nita

MariQt jdikan Rmdhan ni sbg BBM (Bln Brkah&Magfirah),tdk hny PREMIUM (PREI Makan&MInUM) tp jg SOLAR (ShOLatnya Rajin)& MINYAK TANAH (Meningktkn Iman yg bNYAK, Than Nafsu-amrAH) jg PERTAMAX (PERangi TAbiat MAXiat) sbg awal Q mhonkan map tas sgla slah, met mNyambut blan suci rmdhan…mg pwsaNy lncar y_ J

PPL Mxxxxx

Juminten bade nggelar kloso,

sadhean kupat dateng ngajengipun gapuro,

meniko dinten bade poso,

menawi lepat,

nyuwun dipun ngapuro. Sugeng Shaum..^_^..

PPL Txxxx

Doro patiH nGgelar kloso,

nOto kuPat laWuhe sANten,

SeKeDAP maLiH sasi Puoso,

sEdOYO lepat kulO nyuwUn panGAPUnten..

Sugeng sHiyam rOmadhoN 1429H.

Suwun J

PPL Kxxxxxx

T’pnhilah dahaga, t’edamlah sesak kerduan dlm ht. Labaikallah..Kami pnhi pglan ats dtgnya rahmat-Mu yaALLAH..Met menunaikan ibdh puasa. Smg amal kt ditrma ALLAH

Sri

MARHABAN YA RAMADHAN.Alhamdulilah ramadhan telah tb,bersihkn diri sucikan hati. Selamat menunaikan ibadahpuasa. Semoga amaL ibadah kt dterima Allah SWT,amien...

Sms-sms yang itu bisa dibilang standarlah -setidaknya masih ada yang ingat pada saya kan- yang biasanya merupakan hasil forward-forwardan. Hehehe...

Nhah... kalau sms-sms yang ini bener-bener alami –sekaligus membuat saya berkesan mengenaskan.

PPL Axxx

Wa’alaikumsalam.z q jg mnt m’f,pst bnyk slh yg q bwt pdmu.mt ibdh PUASA.smg aml ibdh kt dtrmaALLAH.tp m’f klo q lupa. Axxxx tu yg mn ya?mhn jgn bwt q b’tnya2,,.

Ngenes nggak? Teman PPL saya bahkan tidak tahu siapa Axxxx!!

PPL Bxxxxx

W3,maaf baru balas.

Wah,sms e bagus bangt,pnyaku ngak bisa. Met Puas2in mkannya,ini ksmptan trakhir lho.Maafkn ak jg ya.Smga 4JJI slalu merahmati&menyayangimu

Kalaau yang ini ngenes-ngenes lucu. Ngenesnya, kok saya kesannya seperti omnivora yang dalam kesehariannya penuh semangat untuk makan. Lucu juga sih, doanya sounds tulus dan alami –sumpah, yang kayak gini langka lho- dan belum pernah saya dapati kata-kata yang asli apa adanya seperti itu

Ada juga sms balasan yang konyol dari teman saya si Meong, begini bunyinya:

Meong,SS,MA,PhD.mengcpkn trmksh ats sms2Ramadhannya.sy bingung mw bls gmn.pkkny,SMANGAT RAMADHAN!

Sms selebriti,100%asli!Sms yg km trma,lgsg dr HP sy

Kelihatan banget bingunge membalas sms-sms ‘bening’ hasil forwardan temen-temennya, hehehehe

Lucu-lucu, sms menjelang Ramadhan yang saya dapat –sebagian- ya seperti itu, ada yang ‘bening’ ada yang ‘warna-warni’ ada yang ‘konyol’ macem-macem deh…